Rabu, 01 Desember 2010

ALIRAN-ALIRAN ISLAM

oleh Dian Virmansyah

1.      MURJI’AH

          Secara bahasa kata Murjiah diambil dari kata irja yang mengandung dua makna. Pertama : Memberi tangguh sebagaimana tersebut dalam ayat, Pemuka-pemuka itu menjawab, Beri tangguhlah dia dan saudaranya. Kedua : Memberikan harapan. Adapun secara istilah bermakna seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad. Beliau berkata, Mereka adalah orang yang berkeyakinan bahwa iman itu hanya ucapan semata dan semua manusia sama keimanannya. Keimanan manusia pada umumnya, malaikat dan para nabi adalah satu. Iman menurut mereka tidak bertambah dan berkurang, iman tidak dikecualikan. Barang siapa yang telah beriman dengan ucapannya tetapi tidak beramal shaleh maka ia seorang mukmin yang sebenarnya.
           Terdapat kaitan antara makna Murjiah secara bahasa dan istilah sehingga golongan ini boleh dinamakan dengan Murjiah. Nama ini diambil dari kata irja. Karena mereka menagguhkan amal setelah adanya niat dan tujuan. Sebagaimana boleh juga dinamakan dari makna yang kedua yaitu mereka meyakini maksiat itu tidak membahayakan keimanan sebagaimana juga ketaatan tidak bermanfaat bagi naiknya keimanan. Mereka memberikan harapan (irja) pahala orang yang bermaksiat di sisi Allah.
          Murjiah moderat itu tidak memasukkan amal-amal dan perbuatan-perbuatan dalam lingkup keimanan. Berarti kewajiban ditinggalkan. Adapun Murjiah ekstrim adalah orang-orang yang mengingkari siksa neraka dan berkeyakian bahwa nash-nash yang berisi ancaman yang menakutkan hakikatnya tidak ada. Ucapan ini berbahaya dan berarti kewajiban ditinggalkan. Di tempat lain beliau berkata tentang ahli Fiqh dari kalangan Murjiah, Kemudian Salaf sangat mengingkari dan menvonis bid’ah dan menyalahkan pendapat mereka. Aku tidak mengetahui seorang pun dari Salaf menvonis mereka kafir. Bahkan mereka sepakat golongan ini tidak dikafirkan. Salah seorang ulama telah membawakan dalil yang menguatkan bahwa Murjiah tidaklah kafir. Barang siapa menukil dari Imam Ahmad atau selainnya menvonois kafir mereka atau menggolongkan mereka ke dalam ahlul bidah yang masih diperselisihkan kekafirannya maka sungguh ia telah berkesimpulan dengan amat salah. Berikut faham-faham utama dari golongan Khawarij :
1.      Penangguhan pengakuan Ali sebagai khalifah keempat dalam khulafaurrasyidin,
2.      Pemberian harapan kepada pelaku dosa besar untuk mendapat rahmat dan ampunan Allah kelak,
3.      Penangguhan keputusan mengenai Ali dan Muawiyah, dan pendukung tahkin kelak di akhirat,
4.      Meletakkan pentingnya iman di dalam hati daripada amal

2.      SYI’AH

          Para peneliti telah mengkualisfikasikan golongan Syiah menjadi tiga kualifikasi : Ghulah, Imamiyah dan Zaidiyah. Mereka menyebutkan bahwa setiap bagian itu bercabang-cabang menjadi beberapa golongan. Berikut golongan-golongan yang ada pada Firqah Syiah.
1. Ghulah
          As-Syahrstani berkata, Golongan ini mengkultuskan para pemimpin mereka sampai mengeluarkan dari batasan sebagai mahluk, menghukumi pemimpin dengan hukum-hukum ilahiah, terkadang menyerupakan salah seorang dari para pemimpin itu dengan Allah dan terkadang menyerupakan Allah dengan mahluk. Mereka berada pada dua posisi, belebihan dan meremehkan.
          Kerancuan logika mereka itu diilhami oleh pemikiran Hulululiah, Tanasikhiyah, Yahudiyah dan Nasraniyah. Kelompok ini telah tepecah belah menjadi banyak golongan yang saling mengafirkan. Yang termasuk pecahan dari golongan ini ialah Sabaiyah, golongan pengikut Abdullah bin Saba yang mengkultuskan Ali dan menganggapnya nabi hingga meyakinya sebagai Tuhan. Pemahamannya itu ia sebarkan di Kufah. Keberadaan mereka tercium oleh Ali lalu beliau memerintahkan anak buahnya untuk membakar mereka.
          Sabaiyah berkeyakinan bahwa Ali tidak akan mati, mempunyai sebagian sifat ilahiah, suaranyalah yang datang di awan dan guruh, kilatan petir tersenyum kepadanya dan setelah itu ia akan segera turun ke bumi. Kemudian ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana pernah dipenuhi oleh kedurhakaan. Tidak diragukan lagi mereka adalah golongan yang telah keluar dari Islam. Para ulama telah memerangi segolongan dari mereka yang telah dianggap keluar dari Islam walaupun mereka menisbatkan kepadanya.
2. Imamiyah
          Mereka dinamakan Rafidlah karena mereka menolak (rafdl) kepemimpinan Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Ahmad berkataAku bertanya kepada ayahku tentang Rafdlah. Beliau menjawab, Orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar. Para ulama menyebutkan, mereka ada lima belas golongan. Sebagian mereka menghitungnya sampai duapuluh empat golongan.
          Mereka sepakat bahwa nabi memberikan mandat kepada Ali bin Abi Thalib ra, dengan namanya. Mereka publikasikan keyakinan mereka dan memproklamasikan sebagian besar sahabat sesat karena tidak mengikuti Ali setelah wafatnya Nabi dan keimaman tidak ada kecuali dengan nash dan tauqif (menerima dan tunduk). Komitmen mereka ini dianggap taqarrub. Syaikh mereka al-Mufid berkata, Imamiyah sepakat berkeyakinan mayat wajib kembali ke dunia sebelum hari qiyamat walaupun di antara mereka masih berselisih tentang makna rajah (kembali). Mereka sepakat menjuluki Bada (berubahnya takdir Allah sesuai dengan kondisi) kepada sifat Allah yang diambil dari pendengaran tanpa qiyas.
3. Zaidiyah
           Mereka ialah pengikut Zaid bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka memberikan mandat keimamahan kepada anak-anak Fathimah dan tidak memberikannya kepada selainnya. Akan tetapi mereka membolehkan setiap pengikut golongan Fatimy yang alim, pemberani dan dermawan tampil menjadi imam yang wajib ditaati apakah ia dari anak-anak al-Hasan atau dari anak-anak al-Husain. Kelompok Zaidiyah ini terbagi menjadi enam golongan sebagaimana yang disebutkan oleh Abul Hasan al-Asyari.
           Golongan Zaidiyah ini sepakat menghukumi pelaku dosa-dosa besar semuanya kekal di neraka, membenarkan peperangan yang dilakukan Ali dan menyalahkan orang (sahabat) yang menyelisihinya. Bahwa Ali pada posisi yang benar ketika menghukukmi dua pasukan yang bertikai. Zaidiyah secara keseluruhan membolehkan berontak kepada penguasa muslim yang dhalim untuk menghilangkan kedhaliman mereka dan tidak shalat di belakang imam yang berbuat dosa. Mereka lebih mengutamakan Ali daripada semua sahabat lainnya dan berkeyakinan tidak ada orang yang lebih afdhal setelah rasulullah daripada Ali.

3.      KHAWARIJ

          Khawarij berasal  dari kata kharijah (yang keluar). Pertama kali mereka memberontak Ali bin Abi Thalib tatkala terjadi penentuan hukum. Kemudian mereka berkumpul di Harura, daerah pinggiran kota Kufah. Di Nihran Ali memerangi mereka dengan sengit setelah berdebat dan menjelaskan hujjah kepada mereka. Hanya kurang dari sepuluh orang dari mereka yang berhasil meloloskan diri dari sergapan tentara Ali dan hanya kurang dari sepuluh tentara Ali yang berhasil mereka bunuh. Khawarij mempunyai banyak gelar antara lain Haruriyah, Syurrah, Mariqah (yang keluar dari agama, mereka menolak nama ini), Muhakimah (yang menghukumi).          Meskipun terdiri-dari sekte-sekte yang berbeda-beda, mereka sama dalam mengafirkan Utsman ra, Ali ra, sahabat yang ikut perang Jamal, sahabat yang berhukum dengan Ali ra, orang yang ridha dan membenarkannya dengan hukum yang beliau jalankan atau salah satu dari keduanya, dan memberontak terhadap penguasa Islam yang lalim. Mereka berkeyakinan bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir kecuali sekte Najdat yang tidak berkeyakinan demikian.
Berikut doktrin-doktrin inti dari golongan Khawarij :
1.      Khalifah sebelum Ali ra, adalah sah. Tetapi sejak tahun ketujuh kekhalifahan Utsman diannggap menyeleweng,
2.      Khalifah Ali adalah sah sebelum terjadinya arbitrase (tahkim),
3.      Khalifah tidak harus orang Arab, siapapun bisa asal memenuhi syarat,
4.      Khalifah dipilih secara permanen selama tetap menjalankan perintah Allah, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh bila berbuat zalim,
5.      Khalifah harus dipilih oleh seluruh umat secara bebas,
6.      Sahabat yang menerima tahkim adalah kafir,
7.      Adanya keyakinan wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga, orang jahat harus masuk neraka),
8.      Yang termasuk ke dalam pasukan perang Jamal adalah kafir,
9.      Seorang yang berbuat dosa besar adalah kafir sehingga harus dibunuh,
10.  Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
11.  Setiap mudslim harus hijrah kepada golongan mereka, bila tidak maka ia wajib diperangi,
12.  Amar ma’uf Nahyi munkar,
13.  Alqur’an adalah makhluk, dan memalingkan ayat-ayat al-qur’an yang tampak mutasyabihat (samar),

4.      JABARIYAH

          Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Asy-Syahratsani menegaskan bahwa aliran Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya dan menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain manusia melakukan perbuatannya dengan terpaksa. Mereka menganut faham fatalisme, yang mengatakan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Allah.
Jabariyah disebarkan oleh Jahm bin Shafwan di Khurasan, seorang penduduk Tirmidz, Khurasan. Aliran ini ia sebarluaskan yang selanjutnya nama golongan ini dinisbatkan kepadanya. Konon Ja’d bin Dirham menyerap ilmu itu dari Aban bin Saman murid dari Thalut bin Ukhti Labid bin Al-Asham. Thalut sendiri berguru pada Yahudi terlaknat pensihir Rasulullah saw, Labid bin al-Asham. Jahm bin Shafwan dianggap sebagai pemuka kejahatan bidah ini. Dia mengumpulkan tiga kebidahan yang buruk yaitu:

1. Membuang sifat Allah. Ia berkeyakinan Allah tidak diperbolehan disifati dengan sifat-sifat karena dapat menimbulkan persepsi penyerupaan dengan mahluk.
2. Ia berkeyakinan, manusia tidak dapat menguasai sesuatu dan tidak pula disifati dengan kemampuan. Manusia dipaksa dalam berbuat. Ia tidak berkuasa terhadap perbuatanya sendiri dan tidak mempunyai kehendak serta pilihan.
3. Keimanan adalah sekedar pengetahuan(marifat). Orang yang mendustakan iman dengan ucapannya tidak dapat divonis kafir karena ilmu dan pengetahuan(marifat) tidak bisa hilang dengan pedustaannya terhadap keimanan. Iman tidak dapat berkurang dan keimanan tidak bertingkat-tingkat.

5. QADARIYAH

         Golongan Qadariyah ini mengingkari Allah mengetahui perbuatan-perbuatan sebelum terjadinya dan meyakini Ia belum menentukannya. Mereka mengatakan, Tidak ada takdir, bahwa semua kejadian itu baru. Yaitu kejadian itu baru, tidak didahuluhi oleh takdir dan tidak diketahui Allah sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya kejadian itu. Mereka berkeyakinan Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan takdir-Nya tidak berkaitan dengannya.
          Qadary adalah yang orang yang mengatakan Allah tidak menciptakan sesuatu sampai sesuatu itu ada. Beliau meriwayatkan juga bahwa Abu Tsaur ditanya tentang Qadariyah maka ia menjawab, Qadariyah adalah orang yang berkeyakinan, sesungguhnya Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-hamba-Nya. Bahwa kemaksiatan-kemaksiatan bukanlah Ia yang menakdirkan dan menciptakannya. Maka merekalah Qadariyah.
           Dinamakan Qadariyah karena mereka mengingkari takdir sebagaimana dikatakan oleh imam Nawawi dan konon mereka meyakini manusia berkuasa sepenuhnya atas usaha-usaha mereka. Peletak dasar pemahaman ini adalah Mabad al-Juhani. Ia lontarkan pemahamannya ini pada ahir jaman sahabat. Muslim meriwayatkan dari Yahya bin Yamar katanya, Orang pertama yang berdalam-dalam membicarakan masalah takdir di Bashrah adalah Mabad al-Juhani. Konon Mabad al-Juhani menyadap pemahamannya dari seorang Nashara bernama Susan. Selanjutnya dari Mabad, Ghailan penduduk Damaskus mengambil pemikirannya. Orang pertama yang membicarakan masalah takdir dengan berlebihan adalah penduduk Irak bernama Susan, seorang Nasrani yang masuk Islam kemudian masuk Kristen lagi. Mabad mempelajari pemahamannya, kemudian dipungutlah ilmu sesat itu dari tangan al-Mabad oleh Ghailan.
Bidah Qadariyah mempunyai dua konsepsi pokok yaitu, mengingkari ilmu Allah, dan hamba-hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatan mereka dengan sendirinya
Perbedaan mereka dengan salaf adalah terletak pada konsepesi mereka yang menyatakan bahwa pebuatan-perbuatan hamba-hamba telah ditakdirkan untuk mereka dan dari hasil usaha mereka sendiri tidak ada kaitannya dengan kekuasaan Allah. Kebatilan madzhab yang terahir ini lebih ringan daripada madzhab pertama. Ibnu Taimiyah menjelaskan maksud perkatakaan-perkataan salaf yang mengafirkan Qadariy, “Para ulama salaf mengkafirkan golongan Qadariyah yang menolak al-Kitab dan ilmu Allah dan mereka tidak menvonis kafir seorang (Qadariy) yang menetapkan ilmu Allah dan seorang Qadariy yang mengingkari perbuatan-perbuatan hamba itu ciptaan Allah.

6. MU’TAZILAH

          Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh dan menjauhkan diri. Terdapat dua golongan mu’tazilah secara taknis, di antaranya adalah mu’tazilah 1 yang muncul karena respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai golongan netral politik tanpa stigma teologis seperti yang timbul pada golongan ini selanjutnya.
Yang kedua adalah mu’tazilah 2, yaitu golongan yang muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Zgolongan ini muncul karena perbedaan pendapat dengan golongan Khawarij dan Murji’ah mengenai pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.

AJARAN DASAR TEOLOGI MU’TAZILAH

1.      At-Tauhid, pengesaan Tuhan yang merupakan prinsip utama dan intisari ajaran ini.
2.      Al-Adl, yang berarti Tuhan Mahaadil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang menunjukkan kesempurnaan.
a.       Perbuatan manusia
Manusia melakukan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak Allah baik secara langsung atupun tidak.
b.      Berbuat baik dan terbaik
Kewajiban Tuhan untuk berbuat baik kepada manusia bahkan terbaik.
c.       Mengutus Rasul
Mengutus rasul merupakan kewajiban Tuhan agar manusia tahu yang benar dan yang salah.
3.      Al-Wa’ad wa al-Wa’id
Artinya adalah janji dan ancaman. Tuhan tidak akan melanggar janji-Nya. menyebabkan Tuhan wajib memberikan balasan yang setimpal kepada manusia atas perbuatannya di dunia.
4.      Al-Manzilah bain al- manzilatain
       Menurut mereka orang yang berbuat dosa besar berada pada dua posisi. Mereka yang berbuat dosa besar dan belum bertobat adalah bukan orang mukmin atupun kafir melainkan fasik.
5.      Al-Amr bi al-ma’ruf wa an-Nahyi an Munkar
       Ajaran ini mengajarkan keberpihakan terhadap kebaikan daripada kejahatan atau kemunkaran. Mereka berbeda dalam pelaksanannya, yaitu memandang jika memang diperlukan kekerasan dalam melaksanakannya, maka hal itu boleh digunakan.

6.     AL-MATURIDIYAH

Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada pertengahan abad IX M. Didirikan oleh Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi.
Al-Maturidiyah termasuk aliran teologi ahli sunnah.Tujuan lahirnya aliran Maturidiyah adalah sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah yang dianggap tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara.
Doktrin-Doktrin Al-Maturidiyah
1.      Akal dan Wahyu
     Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut Namun akal, menurut Al-Maturidi tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam masalah amalan baik dan buruk, beliau berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti kemampuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu, walau ia mengakui bahwa akal terkadang tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi ini, wahyu dijadikan sebagai pembimbing.
2.      Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
3.      Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak sewenag-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
4.      Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
5.      Melihat Tuhan
Mereka mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6.      Kalam Tuhan
Mereka membedakan antara kalam (baca:sabda) yang tersusun dengan huruf dan bersuara denagn kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara.
7.      Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri.
8.      Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9.      Pelaku Dosa Besar (Murtakib Al-Kabir)
Al-Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik.
10.  Iman
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan. Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14. Ayat tersebut difahami sebagai penegasan bahwa iman tidak hanya iqrar bi al-lisan, tanpa diimani oleh qalbu. 






DAFTAR PUSTAKA


Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Pustaka Setia. Bandung. 2000.

Asy-Syahratnasy. Al- Milal wa An-Nihal. Darul Fikr. Beirut.t.t

Tidak ada komentar:

Posting Komentar