Sabtu, 04 Desember 2010

Nahdlatul Ulama




                                                          KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan  kepada Allah SWT , karena dengan taufik,rahmat dan hidayah-Nyalah buku  ini dapat kami selesaikan demi memenuhi tugas ujian tengah semester ( UTS ) mata kuliah perbandingan dakwah. 
            Buku ini kami susun berdasarkan kesungguhan kami dalam mata kuliah yang mempunyai  SKS teorikal dan praktikal.  Buku ini menerangkan mengenai  organisasi masyarakat islam nahdatul ulama ( NU ) beserta yang berperan aktif di berbagai benua. Dengan tinjauan aspek – aspek lain di dalamnya.
Penyusunan buku ini dibuat se simple dan sederhana mungkin . Di karenakan keterbatasan kami dalam melakkukan risat – riset baik itu yang telah di tentukan ataupun inisiati dan kekreatifan kami sebagai maha siswa yang masih senantiasa mengharapkan bimbingan – bimbingan.
Kami yakin kekurangan  demi kekurangan ada dalam buku sederhana ini Untuk itu bagi siapa saja yang sebelum memulai bacaan buku ini kami senantiasa meminta dukungan dan saran, kritik, dan pesan – pesan bagi kemajuan akan penulis.
 kami hanya kepada Allahlah kami memohon semoga buku ini mendapatkan hasil yang seseuai sebagaimana mestinya.

                                                                                                      Bandung, 22  April. 2010

                                                                                                                          
                                                                                                      Penyusun











                                                         DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..        
           
Latarbelakang pendirian……………………………………………………………
Sejarah pendirian…………………………………………………………………...
Para tokoh yang berpengaruh……………………………………………………….
Tujuan pendirian…………………………………………………………………….
Pemikiran utama dakwah……………………………………………………………
Aspek ajaran islam ………………………………………………………………….
Bidang – bidang dakwah…………………………………………………………….
Program – program dakwah…………………………………………………………
Media yang di pakai………………………………………………………………...
Sasaran utama dakwah………………………………………………………………
Pengembangan dan kawasan………………………………………………………..
Pihak – pihak kerjasama ……………………………………………………………
Bentuk – bentuk kerjasama………………………………………………………….









LATAR BELAKANG  BERDIRINYA NU ( Nahdlatul Ulama )

   Keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
     Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut  dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
     Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
         Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
      
        Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
       Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.  Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
      Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
    
SEJARAH PENDIRIAN NU ( NAHDLATUL ULAMA )
   .
  http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/15/Jombang_Mosque.jpg/180px-Jombang_Mosque.jpg

     Masjid Jombang, tempat kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama

    Nahdlatul Ulama ( NU ) adalah organisasi sosial keagamaan {jam’iyah diniyah islamiah} yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah dengan keanggotaan yang diperkirakan lebih dari 35 juta orang, merupakan organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia yang keberadaannya dipandang memiliki kekuatan, baik dalam organisasi Islam maupun dalam gerakan Islam. Sebagai suatu organisasi yang berbasis massa di bawah kepemimpinan ulama, seperti pernah diamati oleh beberapa peneliti seperti Greg Feally, Andree Feilard, Mitsuo Nakamura, Sidney Jones, Ben Anderson serta Martin Van Bruinessen, NU merupakan organisasi Islam yang sangat unik dan hampir tidak ada kesamaannya di dunia Islam lainnya. Selain karena pluralitas jama’ah nya, juga karena posisi jam’iyyah nya yang relatif konstan, fleksibel dan dinamis. Oleh karena itu, secara mendasar NU berbeda dengan organisasi-organisasi Islam lainnya. Organisasi-organisasi Islam lain semisal Muhammadiyah, Tarbiyatul Islam, Darul Islam dan Syarekat Islam, ketika lahir dan dibentuk belum memiliki basis-basis sosial. Bahkan begitu lahir organisasi itu justru memikul beban untuk mencari dan membentuk basis-basis sosialnya. Sedangkan NU, menurut Mahrus Irsyam, basi basis sosialnya telah tersedia jauh sebelum organisasi ini lahir. Basis-basis sosial NU adalah Ahlussunnah wal Jama’ah (aswaja) ulama pondok pesantren, kelompok tahlilan dan kelompok khaul, walau keberadaannya pada awalnya masih dalam ruang lingkup lokal yang hanya berkeinginan untuk mempertahankan identitas social mereka.
  


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/dc/Hasyim_Asy%27ari.jpg/125px-Hasyim_Asy%27ari.jpg
  K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU
     Organisasi ini didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur. Sejak awal K.H. Hasyim Asy’ari duduk sebagai pimpinan dan tokoh agama terkemuka di dalam NU. Tetapi tidak diragukan bahwa penggerak di balik berdirinya organisasi NU adalah Kiai Wahab Chasbullah putra Kiai Chasbullah dari Tambakberas Jombang. Pada tahun 1924 Kiai Wahab Chasbullah mendesak gurunya K.H. Hasyim Asy’ari agar mendirikan sebuah organisasi yang mewakili kepentingan-kepentingan dunia pesantren. Namun ketika itu pendiri pondok pesantren Tebu Ireng ini K.H. Hasyim Asy’ari tidak menyetujuinya. Beliau menilai bahwa untuk mendirikan organisasi semacam itu belum diperlukan. Baru setelah adanya peristiwa penyerbuan Ibn Sa’ud atas Mekah beliau berubah pikiran dan menyetujui perlunya dibentuk sebuah organisasi baru. Semangat untuk merdeka dari penjajahan Belanda pada waktu itu dan sebagai reaksi defensif maraknya gerakan kaum modernis {Muhammadiyah dan kelompok modernis moderat yang aktif dalam kegiatan politik Sarekat Islam} di kalangan umat Islam yang mengancam kelangsungan tradisi ritual keagamaan khas umat islam tradisional adalah yang melatarbelakangi berdirinya NU. Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU yang untuk pertama kalinya yang diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua 1927 dihadiri oleh 36 cabang. Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan dgn praktik keagamaan kaum tradisional yang kental dgn budaya lokal. Kaum puritan yg lbh ketat di antara mereka mengerahkan segala daya dan upaya utk memberantas praktik ibadah yang dicampur dgn kebudayaan lokal atau yang lebih dikenal dengan praktik ibadah yg bid’ah. Kaum reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada kitab-kitab fiqh klasik salah satu mazhab. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan kembali kepada sumber yg aslinya yaitu Alquran dan hadis yaitu dgn ijtihad para ulama yg memenuhi syarat dan sesuai dgn perkembangan zaman. Kaum reformis juga menolak konsep-konsep akidah dan tasawuf tradisional yg dalam formatnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani pemikiran agama dan kepercayaan lainnya. Bagi banyak kalangan ulama tradisional kritikan dan serangan dari kaum reformis itu tampaknya dipandang sebagai serangan terhadap inti ajaran Islam. Pembelaan kalangan ulama tradisional terhadap tradisi-tradisi menjadi semakin ketat sebagai sebuah ciri kepribadian. Mazhab Imam Syafii merupakan inti dari tradisionalisme ini . Ulama tradisional memilih salah satu mazhab dan mewajibkan kepada pengikutnya krn di zaman sekarang ini tidak ada orang yg mampu menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran yg terkandung di dalam Alquran dan sunah secara menyeluruh. Di sisi lain berdirinya NU dapat dikatakan sebagai ujung perjalanan dari perkembangan gagasan-gagasan yang muncul di kalangan ulama di perempat abad ke-20. Berdirinya NU diawali dengan lahirnya Nahdlatul Tujjar yg muncul sebagai lambing gerakan ekonomi pedesaan disusul dengan munculnya Taswirul Afkar sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan dan Nahdlatul Wathon sebagai gerakan politik dalam bentuk pendidikan. Dengan demikian bangunan NU didukung oleh tiga pilar utama yg bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar pilar tersebut adl wawasan ekonomi kerakyatan; wawasan keilmuan dan sosial budaya; dan wawasan kebangsaan. NU menarik massa dgn sangat cepat bertambah banyak. Kedekatan antara kiai panutan umat dgn masyarakatnya dan tetap memelihara tradisi di dalam masyarakat inilah yg membuat organisasi ini berkembang sangat cepat lbh cepat daripada organisasi-organisasi keagamaan yg ada di Indonesia. Setiap kiai membawa pengikutnya masing-masing yg terdiri dari keluarga-keluarga para santrinya dan penduduk desa yg biasa didatangi utk berbagai kegiatan keagamaan. Dan para santri yg telah kembali pulang ke desanya setelah belajar agama di pondok pesantren juga memiliki andil besar dalam perkembangan organisasi ini atau paling tidak memiliki andil di dalam penyebaran dakwah Islam dgn pemahaman khas NU. Pada tahun 1938 organisasi ini sudah mencapai 99 cabang di berbagai daerah. Pada tahun 1930-an anggota Nu sudah mencapai ke wilayah Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan dan Sumatra Selatan. Kini organisasi NU menjadi organisasi terbesar di Indonesia yg tersebar di seluruh Provinsi bahkan sekarang telah berdiri cabang-cabang NU di negara-negara lain. Hubungan dgn kaum pembaru yg sangat tegang pada tahun-tahun awal berdirinya NU secara bertahap diperbaiki. Sekitar tahun 1930-an berkali-kali terlihat tanda-tanda kemauan baik dari kedua belah pihak. Pada muktamar ke-11 di Banjarmasin Kiai Hasyim Asy’ari mengajak umat Islam Indonesia agar menahan diri dari saling melontarkan kritik sektarian dan mengingatkan bahwa satu-satunya perbedaan yg sebenarnya hanyalah antara mereka yg beriman dan yg kafir.
       Apa yang dikatakan oleh Kiai Hasyim Asy’ari adl tepat dan hal itu setidaknya dapat menumbuhkan rasa persatuan di kalangan umat Islam. Karena perbedaan di antara umat Islam itu sudah pasti terjadi. Yang penting perbedaan itu tidaklah menyangkut hal-hal yang mendasar . Meskipun ajakan ini ditujukan bagi kalangan sendiri tetapi mendapat respon yang positif dari kalangan pembaru.
     Sehingga hubungan antara kedua belah pihak semakin lama semakin baik. Akan tetapi dalam beberapa kasus tetap saja terjadi bahkan hingga era reformasi sekarang ini. Ketegangan yang cukup besar terlihat menjelang jatuhnya pemerintahan Abdul Rahman Wahid tahun 2001. Warga NU yang mendukung Gus Dur bersitegang dangan warga Muhammadiyah yang mendukung Amin Rais. Kejadian ini sempat membuat beberapa masjid Muhammadiyah diserang oleh pendukung fanatik Gus Dur di kantong-kantong NU. Yang lbh unik lagi adl bahwa perbedaan yg selama ini terjadi telah mengakibatkan tempat ibadah keduanya tidak bisa bersatu. Kristalisasi nilai-nilai ini menjadikan masjid NU berbeda dgn masjid Muhammadiyah.
     Perbedaan yang dimaksud dalam arti bahwa masjid NU tidak ditempati atau digunakan oleh warga Muhammadiyah dan sebaliknya. Jika di suatu masjid terlihat tidak ada zikiran yg panjang dan seru serta tidak ada kunut orang NU akan mengatakan bahwa itu masjid Muhammadiyah. Nampaknya kelompok reformis itu terwakili oleh organisasi Muhammadiyah. Padahal kelompok pembaru sesungguhnya tidak hanya dari kalangan Muhammadiyah masih banyak dari organisasi lain seperti Persatuan Islam Al-Irsyad dan lain-lain sejenisnya mereka termasuk dalam kelompok pembaru. Namun warga NU pada umumnya lbh mengenal Muhammadiyah. Karena organisasi tersebut memang yg lbh besar dan terbesar kedua setelah NU. Dalam perjalanannya NU pernah melibatkan diri dalam politik praktis yaitu menjadi partai politik sejak tahun 1954 . Ini sebuah kesalahan besar bagi NU. Keberadaanya di kancah perpolitikan tidak membuatnya semakin maju justru menjadi semacam komoditas politik murahan bagi kalangan politikus. Dengan pengalamannya yg pahit ini di masa Orde Baru NU memutuskan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan dgn semangat kembali ke Khittah 26 . Sejak kembalinya orientasi NU kepada Khittah NU pada muktamar ke-27 di Situbondo Jawa Timur tahun 1984 NU berhasil melaksanakan mabadi khaira ummah melalui pendekatan sosial budaya bukan pendekatan kekuasaan-politik dgn diperhatikannya NU sebagai jam’iyyah. Keberhasilan mempertahankan NU sebagai jam’iyyah telah memberi andil besar kepapa perkembangan pluralisme politik di kalangan NU khususnya dan di masyarakat Indonesia pada umumnya yg berarti telah menyumbang kepada praktik dasar-dasar kehidupan demokratis. Keberhasilan ini telah membangun citra NU sebagai organisasi yg cukup independent dalam menghadapi gempuran-gempuran politik dari penguasa sebagai perekat bangsa dan pengayom kelompok minoritas.
     Di masa reformasi ketika kran kebebasan mendirikan organisasi politik terbuka muncul desakan dari warga NU sendiri untuk kembali menjadi parpol. Tetapi belajar dari pengalaman masa lalu NU berketetapan utk mempertahankan diri sebagai organisasi sosial keagamaan konsisten dgn Khittah 1926. Masyarakat Pendukung NU Masyarakat pendukung NU sangat beragam. Di satu pihak ada kelompok ulama intelektual birokrasi politisi professional seniman dan budayawan.
    Tokoh-tokoh elite merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang sering menjadi panutan bagi masyarakat baik di desa maupun di perkotaan. Nasihat-nasihat dan saran-saran biasanya didengarkan oleh masyarakat secara umum. Kelompok inilah yang banyak memegang tampuk kepemimpinan NU di berbagai tingkatan. Selain itu yang termasuk pendukung NU bahkan pendukung terbesar adalah petani buruh nelayan pengusaha kecil yang biasanya digolongkan sebagai kelompok masyarakat akar rumput yg sebagian besar di daerah pedesaan. Ciri Khas NU Ciri khas NU yg membuatnya berbeda dgn organisasi sejenis lainnya adl ajaran keagamaan NU tidak membunuh tradisi masyarakat bahkan tetap memeliharanya yang dalam bentuknya yang sekarang merupakan asimilasi antara ajaran Islam dan budaya setempat. Ciri khas yang satu ini juga lebih unik bagi warga nahdliyyin ulama merupakan maqam tertinggi krn diyakini sebagai waratsatul anbiya’. Ulama tidak saja sebagai panutan bagi masyarakat dalam hal kehidupan keagamaan tetapi juga diikuti tindak tanduk keduniannya. Untuk sampai ke tingkat itu selain menguasai kitab-kitab salaf Alquran dan hadis harus ada pengakuan dari masyarakat secara luas. Ulama dgn kedudukan seperti itu dipandang bisa mendatangkan barakah. Kedudukan yg demikian tingginya ditandai dengan kepatuhan dan penghormatan anggota masyarakat kepada para kiai NU. Persaudaraan di kalangan nahdliyyin sangat menonjol. Catatan sejarah menunjukkan bahwa dengan nilai persaudaraan itu NU ikut secara aktif dalam membangun visi kebangsaan Indonesia yang berkarakter keindonesiaan. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan NU bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk final dari perjuangan kebangsaan masyarakat Indonesia. Komitmen yang selalu dikembangkan adalah komitmen kebangsaan yang religius dan berbasis Islam yang inklusif. Ciri menonjol lainnya adalah bahwa komunikasi di dalam NU lebih bersifat personal dan tentu sangat informal. Implikasi yang sudah berjalan lama menunjukkan bahwa performance fisik terlihat santai dan komunikasi organisasional kurang efektif. Dengan demikian kebijakan-kebijakan organisasi seringkali sulit mengikat kepada jamaah. Jamaah seringkali lbh taat kepada kiai panutannya daripada taat kepada organisasi. Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama Untuk mengetahui lbh detail tentang organisasi keagamaan ini lbh baiknya dilihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. {Anggaran Dasar yg tertulis berikut ini berdasarkan Surat Keputusan Muktamar XXX NU Nomor /MNU-1999} Mukadimah Bismillaahirrahmaanirrahiim Bahwa agama Islam adl rahmat bagi seluruh alam di mana ajarannya mendorong kegiatan para pemeluknya utk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Bahwa para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah Indonesia terpanggil utk melanjutkan dakwah islamiah dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar dgn mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam satu wadah yg bernama Nahdlatul Ulama yg bertujuan utk mengamalkan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah. Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga Nahdlatul Ulama menuju khaira ummah adl bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Maka dgn rahmat Allah Subhanahu wa Taala dalam perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yg menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia jam’iyah Nahdlatul Ulama berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa kemanusiaan yg adil dan beradab persatuan Indonesia kerakyatan yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa bagi umat Islam merupakan keparcayaan terhadap Allah Subhanahu wa Taala sebagai inti akidah Islam yg meyakini bahwa tidak ada yg berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Taala. Bahwa cita-cita bangsa Indonesia hanya dapat diwujudkan secara utuh apabila seluruh potensi nasional difungsikan secara baik dan Nahdlatul Ulama berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan. Bahwa utk mewujudkan hubungan antarbangsa yg adil damai dan menusiawi menuntut saling pengertian dan saling membutuhkan mak Nahdlatul Ulama bertekad untuk mengembangkan ukhuwah islamiah yg mengemban kepentingan nasional

TOKOH – TOKOH DAKWAH YANG BERPENGARUH


Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses pendirian Jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Kiai Wahab Chasbullah (Surabaya asal Jombang), Kiai Hasyim Asy’ari (Jombang) dan Kiai Cholil (Bangkalan). Mujammil Qomar, penulis buku "NU Liberal: Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam", melukiskan peran ketiganya sebagai berikut Kiai Wahab sebagai pencetus ide, Kiai Hasyim sebagai pemegang kunci, dan Kiai Cholil sebagai penentu berdirinya.
            Tentu selain dari ketiga tokoh ulama tersebut , masih ada beberapa tokoh lainnya yang turut memainkan peran penting. Sebut saja KH. Nawawie Noerhasan dari Pondok Pesantren Sidogiri. Setelah meminta restu kepada Kiai Hasyim seputar rencana pendirian Jamiyyah. Kiai Wahab oleh Kiai Hasyim diminta untuk menemui Kiai Nawawie. Atas petunjuk dari Kiai Hasyim pula, Kiai Ridhwan-yang diberi tugas oleh Kiai Hasyim untuk membuat lambang NU- juga menemui Kiai Nawawie. Tulisan ini mencoba mendiskripsikan peran Kiai Wahab, Kiai Hasyim, Kiai Cholil dan tokoh-tokoh ulama lainnya dalam proses berdirinya NU.

KIAI CHOLIL : BAPAK SPRITUAL NU
         Selain memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendirian NU yaitu sebgai penentu berdirinya, sebenarnya masih ada satu peran lagi, peran penting lain yang telah dimainkan oleh Kiai Cholil Bangkalan. Yaitu peran sebagai bapak spiritual bagi warga NU. Dalam tinjauan Mujammil Qomar, Kiai Cholil layak disebut sebagai bapak spiritual NU karena ulama asal Bangkalan ini sangat besar sekali andilnya dalam menumbuhkan tradisi tarekat, konsep kewalian dan haul (peringatan tahunan hari kematian wali atau ulama).

KIAI HASYIM ASY'ARI : AHLI HADITS SHAHIH BUKHARI
            Kiai Hasyim merupakan murid kesayangan dari Syaikh Mahfuzh at Tarmisi. Syaikh Mahfuzh adalah ulama Indonesia pertama yang mengajarkan kitab hadits Shahih Bukhari di Mekkah. Syaikh Mahfuzh diakui sebagai seorang mata rantai (isnad) yang sah dalam transmisi intelektual pengajaran kitab Shahih Bukhari.Karena itu, Syaikh Mahfuzh berhak memberikan ijazah kepada murid-muridnya yang berhasil menguasai kitab Shahih Bukhari. Salah seorang muridnya yang mendapat ijazah mengajar Shahih Bukhari adalah Kiai Hasyim Asy’ari. Otoritas Kiai Hasyim pada pengajaran kitab hadits Shahih Bukhari ini diakui pula oleh Kiai Cholil Bangkalan. Di usia senjanya, gurunya itu sering nyantri pasaran (mengaji selama bulan puasa) kepada Kiai Hasyim. Ini merupakan isyarat pengakuan Kiai Cholil terhadap derajat keilmuan dan integritas Kiai Hasyim.
     Sebagai ulama yang otoritatif dalam bidang hadits, Kiai Hasyim memiliki pandangan yang kritis terhadap perkembangan aliran-aliran tarekat yang tidak memiliki dasar ilmu hadits. Ia menyesalkan timbulnya gejala-gejala penyimpangan tarekat dan syariat di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, ia menulis kitab al Durar al Muntasyirah fi Masail al Tis’a’Asyarah yang berisi petunjuk praktis agar umat Islam berhati-hati apabila hendak memasuki dunia tarekat.
     Selain kritis dalam memandang tarekat, Kiai Hasyim juga kritis dalam memandang kecenderungan kaum Muslim yang dengan mudah menyatakan kewalian seseorang tanpa ukuran yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara teologis. Terhadap masalah ini, Kiai Hasyim memberikan pernyataan tegas:
“Barangsiapa mengaku dirinya sebagai wali tetapi tanpa kesaksian mengikuti syariat Rasulullah SAW, orang tersebut adalah pendusta yang membuat perkara tentang Allah SWT.”
      Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
No
Nama
Awal Jabatan
Akhir Jabatan
1
2
3
4
5

6
7
sekarang

TUJUAN DIDIRIKANNYA NU

Tujuan didirikannya adalah untuk memperjuangkan kepentingan Islam tradisional,terutama sistem kehidupan pesantren. Karena pada tahun 1920-an banyak ulama yang merasa prihatin terhadap pesatnya perkembangan modernisme Islam dan keberhasilannya menarik banyak umat Islam dari wilayah ajaran dan praktek Islam tradisional.    
 Dan berlakunya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dan menganut salah satu dari mazhab empat di tengah-tengah kehidupan masyarakat di dalam wadah Negar Kesatuan Republik Indonesia, maka ulama-ulama dibawah pimpinan K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan oganisasi Nahdlatul Ulama ( NU ).
    Untuk mewujudkan tujuan di atas maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut.
Di bidang agama mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dalam masyarakat dgn melaksanakan dakwah islamiah dan amar makruf nahi mungkar serta meningkatkan ukhuwah islamiah.
Di bidang pendidikan pengajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya penyelengaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yg sesuai dgn ajaran Islam utk membina manusia muslim yg takwa berbudi luhur berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama bangsa dan negara.
Di bidang sosial mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim fakir-miskin serta anggota masyarakat yg menderita lainnya.
Di bidang ekonomi mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dgn mengupayakan pemerataan kesempatan utk berusaha dan meni’mati hasil-hasil pembangunan dgn mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.
Mengembangkan usaha-usaha lain yg bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya khaira ummah.                                          

PEMIKIRAN NU ( Nahdlatul Ulama )
    
         Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
     Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Tidak hanya itu nu / nahdlatul ulama memiliki nilai dasar yang senantiasa di jungjung
“Nilai-nilai yang dijunjung tinggi itu ialah keadilan (al-’adah), kejujuran (al-siddiq) yang mempunyai sisi lain, yakni keterbukaan dan persamaan (al-musawah), kemandirian dan kesahajaan. Di samping itu nilai keilmuan, kebangsaan, kemanusiaan, demokratis dan amanat itu juga diharapkan menjadi dasar tatanan kaidah sosial yang menopang prilaku sosial, yakni kesemestaan, keteraturan, keselarasan dan ketentraman. Kebijakan dan program NU pada dasarnya adalah mengejwantahkan dari nilai-nilaii tersebut, yang bersumber pada ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah.”
      Merujuk pada latar belakang pendirian jamiyyah ini, NU memandang bahwa kegiatan keagamaan yang selama ini dijalankan oleh mayoritas masyarakat pedesaan harus terus didorong demi meningkatkan semangat beragama yang baik.NU juga tidak ingin semangat beragama yang demikian tinggi itu kemudian dirusak oleh dinamika kekinian, yang dikenal dengan istilah modernisasi dan pembaruan yang jauh dari nilai-nilai Islam.
           Nilai-nilai agama yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Alquran dan sunah Rasulullah SAW terus dikembangkan dalam menciptakan masyarakat yang taat beragama.Sementara itu, dalam perpolitikan nasional, NU sudah menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat lagi dalam politik praktis. Muktamar NU di Situbondo tahun 1984 menegaskan jati diri (khitah) NU sebagai organisasi keagamaan dan dakwah. "NU adalah organisasi keagamaan. Politik NU adalah politik keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan berdasarkan amar maruf nahi munkar," kata Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi. berbagai sumber,


                ASPEK AJARAN ISLAM YANG PALING MENONJOL
    
      Dakwah Islam ala NU, menurut KH Ahmad Bagdja, harus menjadi agenda utama kiai dan ulama NU, yaitu mengenalkan Islam yang seimbang, toleran, moderat, dan memberi rahmat bagi seluruh alam. Dakwah NU juga diupayakan untuk menutup kemungkinan munculnya gerakan-gerakan fundamentalisme dalam Islam. Di bidang pendidikan, organisasi ini berusaha menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dalam membentuk pribadi Muslim yang bertakwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya berbagai lembaga pendidikan di bawah komando Lembaga Pendidikan Maarif (LP Maarif) yang terus mendorong putra-putri bangsa ini agar menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.
      Sedangkan, dalam bidang sosial budaya, NU terus mengupayakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan. Tingginya angka kemiskinan, pengangguran, anak kurang gizi, dan lain sebagainya membutuhkan penyelesaian segera. Sebagai organisasi keagamaan dengan jumlah pengikut terbesar di Indonesia, NU menyadari keberadaannya untuk ambil bagian dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut.Sedangkan, dalam bidang ekonomi, NU mengusahakan pemerataan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menikmati hasil pembangunan dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Dalam bidang lainnya, NU juga terlibat dalam kegiatan yang bisa menjadi kemaslahatan bagi masyarakat luas.
         Dakwah NU juga diupayakan untuk menutup kemungkinan munculnya gerakan-gerakan fundamentalisme dalam Islam.Di bidang pendidikan, organisasi ini berusaha menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dalam membentuk pribadi Muslim yang bertakwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas. Kembali ke khitah Merujuk pada latar belakang pendirian jamiyyah ini, NU memandang bahwa kegiatan keagamaan yang selama ini dijalankan oleh mayoritas masyarakat pedesaan harus terus didorong demi meningkatkan semangat beragama yang baik. NU juga tidak ingin semangat beragama yang demikian tinggi itu kemudian dirusak oleh dinamika kekinian, yang dikenal dengan istilah modernisasi dan pembaruan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Nilai-nilai agama yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Alquran dan sunah Rasulullah SAW terus dikembangkan dalam menciptakan masyarakat yang taat beragama.Sementara itu, dalam perpolitikan nasional, NU sudah menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat lagi dalam politik praktis.


BIDANG GARAPAN DAKWAH NU.
           
       Dibawah ini merupakan bidang kajian atau garapan Nahdatul Ulama dalam mengerjakan dakwah islamnya :


·         Bidang keagamaan. melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
·         Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
·         Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
·         Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang telah terbukti membantu masyarakat.
·         Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat




PROGRAM DAKWAH.

        Tujuan dari program ini adalah agar kekuatan dakwah yang selama ini telah dimiliki oleh NU semakin kokoh peranannya dalam masyarakat serta meningkatnya sumber daya dan sinergitas aktifitas dakwah sehingga menjadi sebuah gerakan dakwah yang terpadu dan terpola. Dalam aspek layanan sosial, program ini bertujuan mengurangi dampak ketidakberdayaan masyarakat akibat himpitan ekonomi maupun bencana alam dalam bidang kesehatan dan kebutuhan sosial lainnya.


Pokok-pokok Program Pengembangan Dakwah dan Layanan Sosial :

·         Terus menyelenggarakan berbagai forum bahtsul masail di berbagai tingkatan sebagai upaya solutif dan antisipatif terhadap permasalahan keberagamaan umat dengan bertumpu pada tradisi intelektualitas dan khazanah keilmuan pesantren dan dibarengi dengan analisis sosial yang memadai.
·         Menyebarluaskan pandangan, pemikiran dan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah secara berkelanjutan sebagai upaya pembelajaran umat dalam menghadapi berbagai problem keagamaan dan kemasyarakatan, baik melalui media mimbar, cetak maupun audio visual.
·         Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan alim ulama di berbagai kesempatan sebagai permusyawaratan untuk menentukan sikap dan pandangan dalam merespon permasalahan keagamaan dan kemasyarakatan yang aktual.
·         Menyelenggarakan pelatihan dan workshop pengembangan wawasan keagamaan bagi para santri dan alumni pondok pesantren.
·         Melakukan pengorganisasian pengajian rutin di seluruh wilayah kerja PCNU Kabupaten Pasuruan sebagai upaya pembelajaran dan komunikasi umat yang efektif dan strategis sehingga didapatkan suatu jaringan kerja dan peta dakwah yang terpola dan terpadu .
·         Memberdayakan serta mengintensifkan pengiriman guru-guru agama di wilayah-wilayah pedalaman dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan dan kompetensinya bekerja sama dengan berbagai pondok pesantren.
·         Melakukan pembinaan dan penguatan fungsi masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah dengan melakukan pembinaan manajemen masjid, pelatihan dan pembekalan khotib, menyusun standarisasi khutbah jum’ah yang variatif (tidak monoton) dan aktual serta memperkuat fungsi sosial masjid.
·         Melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap panti-panti asuhan sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak yatim piatu dengan memberikan bimbingan manajemen serta menfasilitasi perluasan jaringan pembiayaan dan bea siswa pendidikan.
·         Merintis berdirinya Rumah Sakit NU sebagai titik tolak kepedulian NU terhadap pelayanan kesehatan umat yang terjangkau dan berkualitas. Upaya ini dilakukan secara bertahap di antaranya dengan cara memperbesar kapasitas kelembagaan Balai Pengobatan milik NU sehingga siap beralih status sebagai Rumah Sakit.
·         Melakukan penyuluhan dan advokasi kesehatan sehingga warga NU mempunyai kesadaran yang tinggi akan arti hidup sehat serta melindungi mereka dari kesalahan penanganan medik akibat kelalaian maupun malpraktek.
·         Melakukan langkah-langkah strategis dalam mengurangi kemiskinan masyarakat melalui lembaga-lembaga keagamaan lokal yang keberadaannya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sendiri, seperti kelompok pengajian, masjid maupun langgar. Langkah ini dilakukan dengan cara meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat baik melalui kegiatan ekonomi yang bersifat utama, maupun kegiatan sambilan.
·         Melakukan kampanye dan advokasi hukum dan HAM, baik melalui lembaga pendidikan formal dan pesantren maupun melalui penyuluhan dan pendampingan hukum bagi warga NU. Di samping melakukan upaya-upaya preventif dan sistemik guna mengeliminasi potensi kekerasan dan kejahatan di tengah masyarakat serta merancang formulasi rekonsiliasi dan perdamaian masyarakat.

METODE DAKWAH NU

·         Pengembangan
·         Pembangunan
·         Tabligh
·         Pendidikan
·         Penerangan
·         Jurnalistik





MEDIA DAKWAH NU
      
      Media yang dipakai oleh Nahdlatul Ulama dalam melakukan dakwahnya diiantaranya:
·         Mejalah
·         Mimbar
·         Jurnalistik
·         Internet
·         Pers
·         Buku
·         Koran
·         Televise
·         Radio


SASARAN DAWAH NU
           
      Sasaran dakwah NU tidak lain yaitu mereka yang diantaranya selalu menyimpang dari ajaran islam yang sebagaimana telah ter tera dalam al qur’an dan hadits. Terutama mereka orang – orang miskin yang yang senantisa susah dalam mencari kehidupan. Serta anak – anak yatim piatu yang telah ditinggalkan orangtuanya sejak kecil,dan masyarakat secara umum.baik di desa maupun di perkotaan.


PENGEMBANGAN DAN KAWASAN DAKWAH NU
Kawasan.
·         Asia tengah
·         Asia tenggara
·         Pulau jawa
·         Pulau Sumatra
·         Kalimantan
·         33 Wilayah
·         439 Cabang
·         15 Cabang Istimewa yang berada di luar negeri
·         5.450 Majelis Wakil Cabang / MWC 47.125 Ranting

Pengembangannya :

1.
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Program pokok:
·         Pengembangan organisasi dan SDM di bidang dakwah Islamiyah.
·         Pengembangan kerukunan antar umat beragama
·         Penyebarluasan ajaran Islam yang selaras dengan semangat ahlussunah waljama'ah
·         Penggalangan kegiatan social kemasyarakatan.


Jaringan Organisasi:
·         28 Wilayah
·         328 Cabang


2.
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
Program Pokok:
·         Pengkajian kependidikan
·         Peningkatan kualitas tenaga pendidik
·         Pengembangan pendidikan berbasis masyarakat
·         Pengembangan kurikulum pendidikan yang dapat memadukan ketinggian ilmu pengetahuan dan keluhuran budi pekerti
·         Pengembangan jaringan kerja yang terkait dengan dunia pendidikan
Jaringan Organisasi:
·         20 Wilayah
·         117 Cabang
Jaringan Usaha:
·         3.885 TK/TPQ
·         197 SD dan 3.861 MI
·         378 SLTP dan 733 MTs
·         211 SLTA dan 212 MA
·         44 Universitas dan 23 Akademi/Sekolah Tinggi


3.
Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU )
Program Pokok:
·         Pengkajian masalah kesehatan
·         Pendidikan dan pembinaan pelayanan kesehatan
·         Penggalangan dana bagi para korban bencana alam dan kesehatan
·         Pengembangan lembaga penanggulangan krisis kesehatan.
Jaringan Organisasi:
·         27 Wilayah
·         100 lebih Cabang


4.
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
Program pokok:
·         Pengkajian ekonomi
·         Pemetaan potensi ekonomi warga NU
·         Pemberdayaan ekonomi masyarakat
·         Pelatihan
Jaringan organisasi:
·         24 Wilayah
·         207 Cabang


5.
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU)
Program pokok:
·         Pengkajian masalah pertanian
·         Pengembangan sumber daya hayati
·         Pembinaan dan advokasi pertanian
·         Pemberdayaan ekonomi petani

Jaringan organisasi:
·         19 Wilayah
·         140 Cabang


6.
Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI)
Program pokok:
·         Pengkajian kepesantrenan
·         Pengembangan kualitas pendidikan pesantren
·         Pengembangan peran social pesantren
·         Pemberdayaan ekonomi pesantren
Jaringan organisasi:
·         27 Wilayah
·         323 Cabang
·         Jaringan usaha:
·         6.830 Pesantren


7.
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
Program pokok:
·         Pengkajian sosial keagamaan
·         Pengembangan wawasan keluarga sejahtera
·         Pelayanan kesehatan masyarakat
·         Advokasi kependudukan dan lingkungan hidup
Jaringan organisasi:
·         22 Wilayah
·         50 lebih Cabang


8.
Lembaga Takmir Masjid Indonesia ( LTMI )
Program pokok:
·         Pengembangan kualitas manajemen rumah ibadah
·         Pengembangan aktifitas keagamaan masjid
·         Peningkatan fungsi social masjid
Jaringan organisasi:
·         16 Wilayah (tingkat propinsi)


9.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM)
Program pokok:
·         Pengkajian sosial, ekonomi, budaya, dan keagamaan
·         Pengembangan kreatifitas dan produktifitas masyarakat
·         Pendidikan dan pembinaan perencanaan strategis
·         Pengembangan program pembangunan sektoral
Jaringan organisasi:
·         16 Wilayah
·         60 lebih Cabang
10.
Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)
Program pokok :
·         Pengembangan keorganisasian
·         Pengkajian masalah perburuhan
·         Pendidikan perburuhan
·         Advokasi dan perlindungan buruh
·         Peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya
Jaringan organisasi:
·         14 Wilayah
·         342 Cabang
·         135 Basis GBLP (Gerakan Buruh Lapangan Pekerjaan)
11.
Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH)
Program pokok:
·         Pengkajian hukum dan perundang-undangan
·         Pendidikan kepengacaraan
·         Advokasi dan penyuluhan hukum
·         Kampanye penegakan hukum dan HAM
Jaringan organisasi:
·         1 Wilayah
·         7 Cabang



12.
Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU)
Program pokok:
·         Pengkajian masalah-masalah actual kemasyarakatan
·         Perumusan dan penyebarluasan fatwa hukum (Islam)
·         Pengembangan standarisasi kitab-kitab fikih
Jaringan organisasi:
·         31 Wilayah
·         339 Cabang

PERMASALAHAN DALWAH NU
       
     Ada dua tantangan besar yang harus dihadapi NU menjelang satu abad nanti. Tantangan ini tidak hanya akan dihadapi oleh kalangan nahdliyin dalam skala makro (nasional) saja, melainkan dalam skala mikro (daerah) juga. Pertama, tantangan yang muncul dari luar kalangan Nahdliyin utamanya dari kelompok-kelompok Islam yang berjenis lain dan tidak sealiran dengan NU (Islam Puritan), seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jama’ah Islamiyah, neo-wahabisme dan lain sebagainya dan Kedua, adalah tantangan yang muncul dari dalam komunitas Nahdliyin sendiri dalam kekuatan SDM, kesamaan fikrah, kesatuan gerak dan langkah, dan kejelasan visi dan misi yang diemban dalam pengembangan dakwah.
      Tantangan pertama yang dihadapi NU adalah bahwa belakangan ini, kalangan Nahdliyyin sedikit risau dengan munculnya ajaran atau ormas Islam yang mengatasnamakan Ahlussunnah (namun yang dimaksud bukanlah Aswaja ala Nahdliyin). Mereka adalah kelompok yang mempersoalkan mazhab dan ijtihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah (aswaja) sebagai bid’ah dan khurafat yang mendekati syirik. Bagi mereka, mazhab dan kitab kuning itu tidak penting. Bagi Islam tradisi, mazhab, model ijtihad dan praktik-praktik keagamaan seperti tahlil dan manakib perlu dilestarikan karena sudah membudaya dalam kehidupan umat.
      Ormas Islam yang mengkritik kalangan Nahdliyin (Islam Puritan/Salafy) berdakwah dengan menyerang dan bahkan mengolok-olok terhadap semua paham dan praktik keagamaan yang dilakukan Nahdliyyin. Nahdliyyin yang masih kental dengan tradisi Jawa dan nilai-nilai Budha/ Hindu diintimidasi dengan klaim sesat dan akan masuk neraka. Praktik keagamaan wong Jawa yang dipengaruh Kejawen, Hindhu dan Budha bukannya tidak dikhawatirkan oleh nahdliyyin. Sebagian praktik itu memang sarat ajaran animisme dan dinamisme, yang menjurus syirik. Ziarah kubur yang tidak jelas bacaan dan caranya misalnya, sangat membahayakan aqidah. Padahal ritual itu tidak mungkin dihilangkan sebab telah menjadi tradisi masyarakat. NU datang menjadi pembela tradisi mereka. Dimasukkanlah ajaran Islam dan disusun tata cara dan bacaan ziarah kubur (yasinan, tahlilan dan seterusnya) yang tidak melanggar Syari’at Islam
     Disamping tantangan yang sudah dijelaskan di atas, satu tantangan lagi yang menjadi pekerjaan rumah Nahdliyin adalah tantangan yang berasal dari intern nahdliyin sendiri. Tantangan dakwah jenis ini sungguh sangat tidak mudah diberantas bila seluruh unsur dari kalangan nahdliyin tidak kembali ke jalan yang telah dirumuskan oleh para founding fathers kita terdahulu.
      Diantara sekian banyak tantangan tersebut adalah, bahwa kegiatan dakwah di kalangan NU lebih banyak bertumpu pada peran individu. LDNU belum mengoptimalkan aktivitas ini. Dakwah di lingkungan NU masih bersifat perorangan, jarang terorganisir . Pada saat sekarang, bolehlah, NU sudah mulai merambah medan dakwah yang lebih luas, dan terkonsentrasi. Dakwah, bagi NU sebagai Jam’iyyah, merupakan bagian integral. Dan, perekat warga sebagai Jama’ah. NU memiliki kultur kuat berdakwah. Sebagai sebuah tradisi, dakwah sangat lekat di kalangan NU. Bahkan, beberapa tradisi hidup lain dijadikan sarana dakwah.
     Boleh jadi para da’i NU memiliki kesamaan fikrah dalam usaha-usaha dakwah, namun disisi lain bila tak memiliki kesamaan visi dan misi serta kesatuan gerak langkah (tidak terorganisir) maka lambat laun langkah-langkah NU sebagai jam’iyyah akan merosot dengan tajam. Akhirnya, slogan yang selama ini dijunjung tinggi oleh komunitas NU (al-muhafadloh ‘ala qadimi al-sholih) akan hilang tak berbekas. Coba bandingkan dengan gaya mereka (Islam Puritan) dalam menggaungkan dakwah Islamiyah, terorganisir secara rapi, para da’inya memiliki intregitas yang tinggi, memiliki kesamaan visi dan misi yang kuat dalam memperjuangkan dakwah mereka. Merekapun dengan kekuatannya mampu untuk mengalihkan pemikiran masyarakat muslim yang notabene mempertahankan tradisi hingga kemudian beralih menjadi menghilangkan tradisi. Kalau bukan kita (LDNU) sebagai ujung tombak dakwah ke-NU-an yang mampu membendung pergerakan kelompok-kelompok tersebut, siapa lagi???
      Selain hal diatas, masih banyak diantara para da’i NU yang belum mampu menghadirkan argumen naqli dan aqli yang cerdas dan tepat untuk menjawab kritik yang dilontarkan oleh kelompok puritan semacam itu terhadap paham Aswaja. Masalahnya sendiri saja sudah berkategori ikhtilaf (beda pendapat), kalau tidak dijelaskan dengan tuntas maka praktik keagamaan nahdliyyin pasti akan hilang perlahan. Belakangan malah makin banyak anak-anak biologis nahdliyyin yang aktif di organisasi yang justru menyerang tradisi nahdliyyin.
PIHAK DAN BENTUK KERJASAMA NU ( NAHDLATUL ULAMA )

            Pada tahun 1945, NU baru memasuki politik formal sebagai unsure organisasi dari partai Islam Masyumi. Namun, sejak NU bergabung dengan Partai Islam Masyumi ini, NU merasa sangat tidak diuntungkan dalam porsi kebijakan dan peran politiknya dalam membangun kepentingannya. Sehingga, sejak partisipasi dan artikulasi politiknya tidak ditanggapi secara serius oleh kekuatan Masyumi, maka wajar jika NU kemudian merasa kecewa.
Sebelumnya NU pernah mengajak Masyumi untuk berkompromi terhadap adanya friksi-friksi antara keduanya. Sedikitnya, ada empat tuntutan NU untuk menormalisasikan hubungan itu, yaitu:
·         menjadikan Masyumi sebagai badan federasi, 
·         agar ditinjau kembali masalah perimbangan anggota dalam Masyumi,
·         tentang pembentukan dewan tertinggi Pimpinan Umat Islam Indonesia,
·         tentang perjuangan umat Islam secara demokratis dan konsekuen.8
            Namun, tuntutan itu sepertinya kurang memungkinkan untuk bisa diakomodasi oleh Masyumi. Karena jika tuntutan itu dipenuhi bukan tidak mungkin hal itu berarti  secara langsung akan melemahkan posisi kalangan intelektual Islam (seperti Moh Natsir, Moh Roem dan Syarifuddin Prawira Negara) yang sudah menjadi pengendali dari Masyumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar